Soal UTS AGAMA Islam

Posted by Rian evendi

1. Jelaskan hubungan manusia dengan alam semesta ?
Jawab: Hubugan manusia dengan alam semesta sangat ketergantungan, karena manusia membutuhkan alam semesta dan alam semesta membutuhkan manusia. Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya adadua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua,manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnyahal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri.Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61:

Artinya: “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian
memakmurka
nnya (mengurusnya)”.

 Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan olehAllah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-
A’raf ayat 56:


Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”.
 Dengan demikian, dapat dipahami dengan jelas bahwa kesadaran melestarikan lingkungan,sebagaimana yang dikampanyekan oleh orang-orang sekarang ini, dasar-dasarnya telahdigariskan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu. Hanya saja, karena keterbelakangan,kemiskinan, dan kebodohannya sendiri, umat Islam seringkali kurang memahami arti dari ayat-ayat dari Al-Quran. Oleh karena itu, salah satu tugas utama Islam adalah menghapusketerbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan dari kehidupan umat.Apa yang dikemukakan diatas merupakan prinsip dasar hubungan manusia dengan alam sekitar,yaitu prinsip pemanfaatan dan sekaligus pelestarian lingkungan alam. Agama memberi motivasikepada manusia untuk mewujudkan kedua hubungan itu dengan sebaik-baiknya.

2. Jelaskan kelebihan manusia dibandingkan makhluk lainnya!
jawab:
Kelebihan manusia:
1.mempunyai akal
2.mempunyai nafsu
3.mempunyai pikiran
4.dapat membedakan yang mana yang baik dan yang benar

3. Jelaskan pengertian agama dan ruanglingkupnya!
jawab:
Pengertian Agama
Secara bahasa, kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang konon sangat erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Sebenarnya, banyak teori yang mengungkapkan tentang kata agama ini. Salah satu di antara teori tersebut yaitu teori yang mengatakan bahwa akar kata agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a, sehingga menjadi kata agama.
Dalam teori ini, diungkapkan juga bahwa akar kata agama adalah gam yang kemudian mendapat awalan "i" dan akhiran "a" sehingga menjadi igama. Bisa juga mendapat awalan "u" dan akhiran "a" sehingga membentuk kata ugama. Dalam bahasa Bali, kata-kata tersebut (agama, ugama, dan igama) memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi masih satu rumpun makna.
Agama diartikan sebagai suatu sistem atau peraturan, tata cara, dan upacara yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan raja. Sementara, igama, yaitu separangkat sistem, peraturan, dan tata cara dan upacara yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan dewa-dewa. Lalu, ugama adalah sistem, peraturan, dan tata cara yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia.
Selanjutnya, kata agama dipopulerkan oleh umat Hindu di kepulauan Nusantara. Pada perkembangan selanjutnya, kata agama juga mulai dipopulerkan oleh bahasa Melayu dan dilanjutkan oleh bahasa Indonesia. Hingga kini, kata agama tetap dipakai untuk menjelaskan tentang sistem atau ajaran. Demikian juga ketika ajaran Islam masuk ke Nusantara, masyarakat Nusantara yang notabene berbahasa Melayu kemudian menggunakan perkataan agama untuk menunjukkan sistem dan ajaran yang dibawa oleh Islam.
Namun, dalam konteks penggunaannya, terdapat kerancuan makna dalam penyebutan kata agama. Contohnya saja dalam dalam agama Hindu dan Budha, kata agama bermakna ‘tradisi’ atau ‘kebiasaan’ yang berkembang dalam masyarakat Hindu dan Budha. Dalam agama Nasrani, kata agama merupakan terjemahan dari kata religion (Bahasa Inggris) yang bermakna ‘berpegang pada norma-norma’ dan religi (Bahasa Latin) yang erat kaitannya dengan sistem yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Sementara masyarakat Muslim Melayu, termasuk Indonesia, menggunakan kata agama untuk merujuk pada sistem ajaran yang dibawa oleh Islam.
Secara istilah, agama diartikan sebagai suatu bentuk kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dalam bentuk hubungan penghambaan melalui kegiatan upacara penyembahan dan permohonan serta tercermin dalam sikap hidup manusia yang merupakan implementasi dari ketaatan dalam mengikuti ajaran agama tersebut.

Ruang Lingkup Agama

Berdasarkan penjelasan pada pengertian di atas, kita bisa melihat ada kerancuan pengertian kata agama jika dilihat dari segi keilmuan dan ruang lingkup masing-masing agama. Namun, pada artikel ini, kita akan membahas ruang lingkup pada agama Islam saja.

Ruang Lingkup Agama Islam

Sistem dan ruang lingkup ajaran Islam sangat berbeda dengan agama Hindu dan Budha. Demikian juga dengan agama Nasrani. Jika pada agama Hindu dan Budha, agama merupakan warisan tradisi atau kebiasaan hidup yang turun temurun. Sementara pada agama Nasrani, sistem dan ruang lingkup agama hanya menunjukkan hubungan tetap secara vertikal antara manusia dan Tuhan semata.
Dalam Islam, agama merupakan sistem ajaran yang berasal dari Tuhan (Allah) melalui wahyu-Nya yang disampaikan kepada para Nabi dan Rasul. Sistem ajaran yang mengatur tata hubungan antara manusia damn Tuhan, antara manusia dan manusia lain dalam hidup bermasyarakat, antara manusia dan dirinya sendiri, serta antara manusia dan lingkungan hidup. Semua hal tersebut diatur dalam sistem ajaran Islam. Oleh sebab itulah, sering kita dengar istilah bahwa agama Islam adalah agama yang syumul, agama yang mengatur tata kehidupan manusia secara menyeluruh.
Jika merujuk pada bahasa aslinya, dalam bahasa Arab, agama Islam disebut dengan din atau din al islam (baca: dinul islam). Dinul Islam memiliki sistem ajaran dan ruang lingkup yang luas dibandingkan agama-agama yang berasal dari tradisi dan kebiasaan hidup. Istilah din ini bisa kita temukan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 3.
Ayat tersebut merupakan ayat terakhir yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw pada haji wada’. Dalam ayat ini, Allah berfirman bahwa Dia (Allah) telah menyempurnakan agama ini untuk ummat manusia. Allah telah mencukupkan nikmatnya dan telah meridai Islam sebagai agama.
Dari penjelasan di atas, bisa kita pahami bahwa ruang lingkup ajaran Islam sangat luas, yaitu sebagai berikut.
1. Mengatur Hubungan Manusia dengan Tuhan
Hubungan manusia dengan Tuhan dalam Islam dikenal dengan istilah hablumminallah. Ini merupakan hubungan penghambaan dan pengabdian. Bentuk penghambaan ini tercermin dalam bentuk ritual ibadah dan ketaatan dalam menjalankan syariat-syariat agama yang ditetapkan dalam ajaran Islam.
Di sini, ajaran Islam mengatur bagaimana tata cara beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah ritual apa yang diwajibkan dan bagaimana cara menjalankannya. Semua telah diatur dan diajarkan dalam ajaran Islam melalui petunjuk Rasulullah Saw yang diutus oleh Allah Swt sebagai pembawa risalah Islam yang mulia ini.

4. Jelaskan hubungan manusia dengan agama!
jawab:
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1.  Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang berbau porno.
2.  Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.
3.  Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4.  Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).
Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan : a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang masalah metafisika, dan d. bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka.
a.   Agama Sumber moral
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b.  Agama Petunjuk Kebenaran
Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal.

c.   Agama Sumber Informasi Metafisika
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika.
d.  Agama pembimbing rohani bagi manusia
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka orang beriman itu bersyukur, padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku tambahi” , kata Allah sendiri berjanji (Ibrahim ayat 7). Sebaliknya, orang beriman tabah atau sabar di kala duka, padahal dengan tabah di kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti pengampunan dari dosa-dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat surga (H.R Bukhari), dan sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain sebagai akibat dari kepatuhan menjalankan agama, seperti yang dikatakan oleh seorang psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang betul-betul menjalankan agama, tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu penyakit karena gelisah rsau yang terus-menerus.

5. Jelaskan pengertian Islam dan Ruanglingkupnya!
Jawab:
1. Meyakini, mengimani kebebaran agama Islam seyakin-yakinnya.
2. Mempelajari, mengilmui ajaran Islam secara baik dan benar.
3. Mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
4. Mendakwahkan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumentasi yang meyakinkan dengan bahasa yang baik dan,
5. Sabar dalam berIslam, dalam meyakini mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan agama Islam.

6. Sebutkan/jelaskan komitmen muslim dan muslimah terhadap agamanya!
Jawab:
I.Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam
1.Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
2.Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya
3.Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
4.Saya Harus Mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangga Saya
5.Saya Harus Mampu Mengalahkan Nafsu Saya
6.Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam

II.Bentuk Komitmen Saya Kepada Harakah Islamiyah?
1.Saya Harus Mempersembahkan Hidup Saya Untuk Islam
2.Saya Harus Meyakini Kewajiban Berjuang untuk Islam
3.Harakah Islamiyah : Tugas, Karakteristik, dan Bekal
4.Saya Harus Memahami Lika-Liku Perjuangan Islam dan Alasan Harus memilih Harakah Islamiyah
5.Saya Harus Memahami Dimensi dalam Berkomitmen kepada Harakah Islamiyah
6.Saya Harus Membangun Pilar-pilar Perjuangan Islam
7.Saya Harus memahami Syarat-syarat Baiat dan Keanggotaan

I.Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam
Berikut adalah karakter-karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang agar menjadi muslim sejati:

1.Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
Syarat pertama menjadi muslim yang baik adalah memiliki aqidah yang benar dan lurus, sesuai dengan arahan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw.
Beberapa tuntutan menjadi Muslim sejati dalam beraqidah yaitu :
a.Percaya (beriman) bahwa pencipta alam raya ini adalah Allah Yang Mahabijaksana, Mahakuasa, Maha mengetahui dan Mahahidup. Buktinya, alam ini bergerak dengan sebuah sistem yang sangat baik, teliti & rapi. (Al-Anbiya’:22)
b.Percaya (beriman) bahwa Allah yang Maha Tinggi tidak menciptakan alam raya ini secara main-main, dan tanpa tujuan. (Al-Mukminun : 115-116)
c.Percaya (beriman) bahwa Allah swt telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci sebagai sarana agar manusia mengenal-Nya, menjelaskan tujuan penciptaan diri mereka, asal-usul, dan tempat kembali mereka (An-Nahl : 36)
d.Percaya (beriman) bahwa tujuan dari keberadaan manusia di dunia adalah mengenal Allah dengan sifat-sifat yang diterangkan langsung oleh-Nya, agar manusia taat dan menyembah-Nya. (Adz-Dzariyat : 56-58)
e.Percaya (beriman) bahwa orang mukmin yang taat akan mendapat balasan surga dan orang kafir yang bermaksiat akan mendapat balasan neraka. (Asy-Syura : 7)
f.Percaya (beriman) bahwa manusia melakukan amal yang baik dan buruk dengan pilihan dan kehendaknya sendiri kecuali karena pertolongan Allah. (Asy-Syams: 7-10) dan (Al-Muddatstsir : 38)
g.Percaya (beriman) bahwa hanya Allah yang berhak membuat hukum dan siapa pun tidak boleh melanggarnya. (Asy-Sura : 10)
h.Berusaha mengenal Allah dengan mengetahui nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan kebesarannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
i.Berusaha memikirkan makhluk Allah dan tidak memikirkan Dzat-Nya. (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah)
j.Mengenai sifat-sifat Allah swt, banyak ayat Al-Qur’anul Karim yang menerangkan kesempurnaan Allah yang hakikatnya tidak bisa diukur oleh kemampuan akal manusia.
k.Yakin bahwa pendapat generasi salaf lebih layak diikuti untuk untuk menyelesaikan masalah ta’wil dan ta’thil (menafikan sifat-sifat Allah).
l.Harus menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan-Nya. (An-Nahl : 36)
m.Hanya takut kepada Allah dan tidak pernah takut kepada aapun selain dari-Nya. (Al-Mulk : 12) dan (An-Nur : 52)
n.Selalu mengingat Allah dan senantiasa berdzikir kepada-Nya. (Ar-Rad : 28)
o.Cinta kepada Allah yang membuat diri semakin rindu kepada keagungan-Nya dan hati terpaut kepada-Nya sehingga memotivasi untuk berbuat baik dan semangat berkorban serta berjihad di jalan-Nya (At-Taubah : 24)
Sebagai sarana manisnya iman yaitu lebih mencintai Allah dan Rasulnya, mencintai orang lain karena Allah dan tidak suka kembali kepada kekafiran. (HR. Bukhari)
p.Bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan dan menyerahkannya kepada Allah sehingga menumbuhkan semangat seberat apapun kesulitan yang dihadapi akan tetap di arungi (Ath-Thalaq : 3)
q.Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat, karunia dan rahmat-Nya yang tidak terhingga.(An-Nahl : 78), (Yasin : 33-35), (Ibrahim : 7)
r.Selalu memohon ampun kepada Allah. Istigfar dapat menghapus kesalahan, memperbaharui taubat dan iman serta melahirkan ketenangan. (An-Nisa’ : 110), (Ali Imran : 135-136)
s.Selalu merasa diawasi oleh Allah, baik dalam kondisi tersembunyi maupun terang-terangan (Al-Mujadilah : 7)

2.Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya
Ibadah dalam perspektif Islam adalah kepasrahan total dan merasakan keagungan Allah dimana menghubungkan makhluk dengan Penciptanya.
Beberapa tuntutan untuk menjadi muslim sejati :
a.Menjalankan ibadah dengan penuh makna dan tersambung dengan Allah.
b.Melakukan ibadah dengan khusyuk sehingga merasakan hangatnya hubungan dengan Allah dan nikmatnya kekusyukan.
c.Melakukan ibadah dengan hati yang selalu hadir dan lepas dari segala bentuk kesibukan serta intrik duniawi di sekitarnya.
d.Merasakan ibadah dengan perasaan kurang dan kurang sehingga tidak pernah puas dan dengan perasan lapar sehingga tidak pernah kenyang.
e.Berusaha selalu mengerjakan shalat malam (tahajud) dan selalu konsisten. (Adz-Dzariat : 17-18), (As-Sajadah:16)
f.Meluangkan waktu khusus untuk mempelajari dan merenungkan Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur (merenungkan), tafakur (mengkaji), khusyu, dan sedih (Al-Isra : 78), (Al-Hasyr:21).
g.Menjadikan do’a sebagai tangga menuju Allah dalam setiap urusan.

3.Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
Moral (akhlak) mulia adalah tujuan utama dari risalah Islam. Iman tidak berarti apa-apa jika tidak melahirkan akhlak. (Al-Baqarah:177), (Al-Hajj:41), (Al-‘Ankabut:45).
Beberapa sifat penting yang harus dimiliki seseorang agar menjadi muslim sejati dalam berakhlak yaitu :
a.Menjauhi perkara-perkara yang syubat.
b.Menjaga pandangan. (An-Nur : 30)
c.Menjaga ucapan atau lisan seperti ucapan yang tidak bermanfaat dan kotor, ghibah, mengadu domba dan ungkapan jelek atau kasar.
d.Malu
Maksudnya senantiasa memiliki rasa malu dalam setiap kondisi, tetapi tidak menghalangi keberaniannya untuk menyatakan kebenaran.
e.Lapang dada, sabar dan tenang. (Az-Zumar:10), (An-Nur:22), (Asy-Syura:43)
f.ujur
g.Rendah hati (Tawadhu)
h.Menghindarkan prasangka buruk, ghibah, dan tidak mencari-cari kesalahan orang Islam. (Al-Hujarat:12), (Al-Ahzab:58)
i.Murah hati dan dermawan. (Al-Baqarah : 3 dan 272)
j.Menjadi teladan yang baik bagi orang lain.

4.Saya Harus Mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangga Saya
Adalah membawa misi Islam ke dalam lingkup masyarakat kecil yaitu keluarga (istri dan anak). Kemudian menyebarkannya ke sanak keluarga, di mulai dari yang terdekat. (At-Tahrim: 6)
a.Tanggung jawab atas pernikahan yaitu :
-Pernikahan harus didasari niat karena Allah. Maksudnya, untuk membangun keluarga muslim, melahirkan keturunan yang shalih, snaggup mengemban amanah, dapat mewujudkan, melahirkan, dan menjaga kesinambungan hidayah.
-Selektif dalam menjatuhkan pilihan kepada wanita yang akan dipersunting sebagai pendamping hidup dan teman perjalanan di dunia.
-Memilih calon istri yang memiliki akhlak yang baik dan shalihah, meskipun kurang dari segi harta dan kecantikannya.
-Selalu berhati-hati agar tidak melanggar perintah Allah dalam masalah ini, menjaga diri dari murka Allah dan balasan-Nya
b.Tanggung jawab setelah menikah
-Berbuat baik kepada istri dan mempergaulinya dengan cara yang baik pula supaya terbangun kepercayaan di antara keduanya.
-HUbungan dengan istrinya tidak hanya sebatas hubungan seks dan nafsu, namun terbangun kesamaan pikiran, semangat dan emosi. (Thaha:132)
-Semua hubungan yang terjalin dengan istri harus senantiasa selaras dengan ajaran syariat.
c.Tanggung jawab suami-istri dalam mendidik anak
Membangun perpaduan suami-istri dalam mendidik anak dengan pendidikan islami yang ideal. Setiap bayi terlahir dengan fitrah. Jika kelahirannya disambut dengan pendidikan yang benar, maka akan jadi anak yg shalih. (Al-Furqan : 74)

5.Saya Harus Mampu Mengalahkan Nafsu Saya
a.Dalam menghadapi nafsu, manusia terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1)Orang yang mengalahkan nafsunya yaitu orang-orang yang maksum.
2)Orang yang dikuasai nafsunya. Akibatnya berorientasi pada duniawi dan materi. Mereka adalah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikuti jalan mereka yaitu orang-orang yang melupakan Allah. (Al-Jatsiyah: 23)
3)Orang yang selalu berusaha keras mengontrol diri dan melawan nafsunya. Mereka berbuat salah, tapi segera menyesal dan bertaubat.(Ali Imran:135)

b.Faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dalam melawan nafsu
1)Hati, yaitu apabila hati tetap hidup, lembut, jernih, keras, dan bercahaya. (Al-Anfal:2), (Muhammad: 24)
2)Akal, yaitu akal yang dapat memandang dengan jernih, paham, dapat membedakan yang baik dan buruk, mengadopsi ilmu dan pengetahuan yang mendekatkan diri kepada Allah dan mengenal keagungan serta kekuasaan-Nya. (Fathir: 28), (An-Nur : 40)
3)Bentuk-bentuk kekalahan dalam melawan nafsu :
Yaitu, jalan-jalan godaan setan pada dirinya bertambah banyak sehingga timbul penyakit waswasah (gangguan yang membuatnya selalu ragu). Setan menjadi qarin (pendamping setia) baginya. (Al-Mujadilah: 9), (Al-A’raf : 16-17), (Al-Hasryr: 16)
4)Cara membentengi diri dari godaan setan:
-Tamak dan berprasangka buruk. Keduanya aku lawan dengan qanaah dan percaya.
-Cinta dunia dan angan-angan. Keduanya aku lawan dengan rasa takut dan kematian yang datang tiba-tiba.
-Suka santai dan mencari kesenangan. Keduanya aku lawan dengan keyakinan nikmat akan sirna dan timbangan yang buruk ketika menghadap Allah.
-Ujub (membanggakan diri). Aku melawannya dengan yakin akan anugerah Allah dan takut menerima akibat yang buruk.
-Menganggap rendah dan tidak menghormati orang lain. Keduanya aku lawan dengan mengenali hak dan kehormatan mereka.
-Hasad (dengki). Aku melawannya dengan qana’ah dan ridha dengan nasib setiap makhluk yang telah ditentukan oleh Allah.
-Riya’ dan mengharapkan pujian dari orang lain. Keduanya aku lawan dengan ikhlas.
-Kikir. Aku melawannya dengan keyakinan bahwa semua yang ada di tangan manusia akan sirna, sedangkan apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi.
-Sombong. Aku melawannya dengan rendah hati (tawadhu’)
-Tamak dengan dunia. Aku melawannya dengan keyakinan apa yang ada di sisi Allah dan zuhud terhadap aoa yang dimiliki oleh manusia.
Sarana lain yang sangat dibentengi dalam Islam untuk membentengi diri dari segala godaan dan tipu daya iblis adalah mengingat Allah (zikir) ketika memulai pekerjaan, membaca Al-Qur’an dan istighfar. Juga bisa dilakukan dengan menghindari kekenyangan sekalipun dari makanan yang halal dan bersih. (Al-A’raf: 31). Cara lain adalah tidak tergesa-gesa dan berhati-hati dalam melakukan segala urusan. (Al-A’raf: 201)

6.Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam
Mengimani Islam sebagai jalan hidup harus mendorong pada tingkat keyakinan bahwa masa depan adalah milik Islam. Islam adalah satu-satunya manhaj yang sesuai dengan segala kebutuhan dasar manusia, dan dapat menyelaraskan antara tuntutan jiwa dan materi pada manusia. Sifat Rabbaniyah pada manhaj Islam adalah corak (shibghah) khusus yang menjadikan Islam berada di garis depan. (Al-Baqarah: 138)
Yakin dengan kelemahan sistem buatan manusia :
Kita harus mengetahui batas kelemahan dan kegagalan yang dialami oleh sistem-sistem positif buatan manusia seantero dunia- baik kapitalisme, demokrasi, liberalism, sosialisme, maupun komunisme- karena sifat buatan manusia terbatas, lemah, serba kekurangan dan temporer.

II.Bentuk Komitmen Saya Kepada Harakah Islamiyah
Komitmen seseorang terhadap gerakan Islam harus terlebih dahulu didasari oleh adanya sejumlah sifat dan karakteristik yang menunjukkan komitmennya kepada Islam. Hal ini menjadikan fokus gerakan Islam adalah mempersiapkan individu agar menjadi muslim sejati sebelum merekrutnya sebagai anggota gerakan.

7. Sebutkan tiga (3) perbedaan (saja) antara agama wahyu dan agama budaya!
Jawab:
Agama Wahyu
Agama Wahyu juga disebut agama samawi, agama langit. Agama wahyu adalah agama yang ajarannya diwahyukan oleh Allah (Tuhan) kepada ummat manusia melalui Rasul-Nya. Adapun cirri-cirinya sebagai berikut :
a. Agama wahyu dapat dipastikan kelahirannya
b. Disampaikan melalui utusan atau Rasul Allah yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan lebih lanjut wahyu yang diterimanya denganberbagai cara dan upaya.
c. Memiliki kitab suci yang keotentikannya bertahan tetap
d. Sistem merasa dan berfikirnya tidak inheren dengan sistem merasa dan berfikir tiap segi kehidupan masyarakat, malahan menuntut supaya system merasa dan berfikir mengabdikan diri kepada agama
e. Ajarannyaserbatetap,tetapitafsiran dan pandangannya dapat berubah dengan perubahan akal.
f. Konsep ketuhanannya monoteisme mutlak
g. Kebenaran prinsip-prinsip aj arannya tahan terhadap kritik akal; mengenai alam nyata dalam perjalanan ilmu satu demi satu terbukti kebenarannya, mengenai alam ghaib dapat diterima oleh akal.
h. Sistem nilai ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaraskan dengan ukuran dan hakekat kemanusiaan.
i. Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil (sempurna) yang bersih dari dosa.

Agama Budaya
Agama Ra’yu juga disebut Agama Ardhi, Agama Bumi, kadang disebut agama Budaya Dan Agama Alam. Agama ra’yu adalah agama yang ajaran-ajarannya diciptakan oleh manusia sendiri, tidak diwahyukan oleh Allah melalui Rasul-Nya. Adapun cirri-cirinya sebagai berikut :

a. Agama ra’yu tidak dapat dipastikan kelahirannya
b. Tidak mengenai utusan atau Rasul Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filsof atau pendiri agama tersebut.
c. Tidak memiliki kitab suci. Sekalipun memiliki kitab suci
d. Sistem merasa dan berfikirnya interen dengan sistem merasa dan berfikir tiap segi kehidupan
e. Ajarannya berubah seiring perubahan masyarakat yang menganut, atau oleh filosofnya
f. Konsep ketuhanannya dinamisme, animisma, poleteisme paling tinggi monoteisme nisbi. Kebenaran prinsip ajarannya tak tahan terhadap kritik akal, mengenai alam nyata satu satu ketika dibuktikan keliru oleh ilmu dalam perkembangannya, mengenai alam ghaib tak termakan oleh akal (Sidi Ghazalba; 1975; 49-53)
g. Nilai agama ditentuakan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya
h. Pembentukan manusia disandarkan pada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain.(Muhammad Baud Ali, 1997:72)

9. Jelaskan pengertian dan tujuan diturunkan Alquran!
Jawab:
Al Quran itu dianugerahkan-Nya bagi manusia sebagai petunjuk hidup manusia dan terdapat penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu sekaligus pembeda antara yang benar dan yang salah. Karena itu, adalah keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan memahami lebih dalam tujuan-tujuan Al Quran.
Salah satu ciri menonjol dari bulan Ramdhan dibanding bulan-bulan lainnya adalah ramainya kumandang bacaan Alquran. Memang Ramadhan juga disebut sebagai Syahrul Quran. Karena Al-Quran pertama turun pada bulan Ramadhan (QS. Al-baqarah 185). Makanya, tak heran jika kaum muslimin seakan-akan berlomba membaca kitabullah saat Ramadhan, baik sendirian maupun berkelompok. Tidak hanya di masjid atau mushala, bahkan di perkantoran dan media elektronik -seperti radio- juga lazim kita dengarkan lantunan ayat suci Al Quran.
Di balik itu, kita perlu memperhatikan makna dan maksud yang terkandung dalam Al Aquran. Dalam keutamaan membaca Al Quran yang memang dijanjikan berpahala, terdapat tujuan-tujuan diturunkannya Al Quran bagi kehidupan manusia. Hal ini bisa kita tilik pada rangkaian ayat-ayat yang menerangkan bulan Ramadhan dan puasa (QS. Al Baqarah 183-187).
Di tengah-tengah perintah berpuasa di bulan Ramadhan, Allah menyelipkan tujuan diturunkannya Al Quran. Allah berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah 185).
Berdasar ayat tersebut, Al Quran itu dianugerahkan-Nya bagi manusia sebagai petunjuk hidup manusia dan terdapat penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu sekaligus pembeda antara yang benar dan yang salah. Karena itu, adalah keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan memahami lebih dalam tujuan-tujuan Al Quran. Berikut ini sekelumit tentang tujuan-tujuan Al Quran (diolah dari Bagaimana Interaksi dengan Al Quran, Yusuf Al-Qaradhawi, Al Kautsar, hlm. 67-129).

10. Jelaskan pengertian dan tujuan pendidikan Islam!
Jawab:
Al Quran itu dianugerahkan-Nya bagi manusia sebagai petunjuk hidup manusia dan terdapat penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu sekaligus pembeda antara yang benar dan yang salah. Karena itu, adalah keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan memahami lebih dalam tujuan-tujuan Al Quran.
Salah satu ciri menonjol dari bulan Ramdhan dibanding bulan-bulan lainnya adalah ramainya kumandang bacaan Alquran. Memang Ramadhan juga disebut sebagai Syahrul Quran. Karena Al-Quran pertama turun pada bulan Ramadhan (QS. Al-baqarah 185). Makanya, tak heran jika kaum muslimin seakan-akan berlomba membaca kitabullah saat Ramadhan, baik sendirian maupun berkelompok. Tidak hanya di masjid atau mushala, bahkan di perkantoran dan media elektronik -seperti radio- juga lazim kita dengarkan lantunan ayat suci Al Quran.
Di balik itu, kita perlu memperhatikan makna dan maksud yang terkandung dalam Al Aquran. Dalam keutamaan membaca Al Quran yang memang dijanjikan berpahala, terdapat tujuan-tujuan diturunkannya Al Quran bagi kehidupan manusia. Hal ini bisa kita tilik pada rangkaian ayat-ayat yang menerangkan bulan Ramadhan dan puasa (QS. Al Baqarah 183-187).
Di tengah-tengah perintah berpuasa di bulan Ramadhan, Allah menyelipkan tujuan diturunkannya Al Quran. Allah berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah 185).
Berdasar ayat tersebut, Al Quran itu dianugerahkan-Nya bagi manusia sebagai petunjuk hidup manusia dan terdapat penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu sekaligus pembeda antara yang benar dan yang salah. Karena itu, adalah keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan memahami lebih dalam tujuan-tujuan Al Quran. Berikut ini sekelumit tentang tujuan-tujuan Al Quran (diolah dari Bagaimana Interaksi dengan Al Quran, Yusuf Al-Qaradhawi, Al Kautsar, hlm. 67-129).

11. Jelaskan tujuan dari pembaharuan pada periode modern!
Jawab:
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan madih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan,
Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali bukan.

12. Apa yang dimaksud dengan masyarakat Islam dan sebutkan ciri atau sendi pokok masyarakat Islam.
Jawab:
Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

Masyarakat disebut pula kesatuan sosial, karena mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat. Mirip jiwa manusia, yang dapat diketahui, pertama melalui kelakuan dan perbuatannya sebagai penjelmaannya yang lahir, dan kedua melalui pengalaman batin dalam roh manusia perseorangan sendiri. Bahkan memperoleh “superioritas”, merasakan sebagai sesuatu yang lebih tinggi nilainya dari pada jumlah bagian-bagiannya. Sesuatu yang “kokoh-kuat”, suatu perwujudan pribadi bukan di dalam, melainkan di luar, bahkan di atas kita.

Agama dalam kaitannya dengan masyarakat, mempunyai dampak positif berupa daya penyatu (sentripetal) dan dampak negatit’berupa daya pemecah (sentrifugal). Agama yang mempunyai sistem kepercayaan dimulai dengan penciptaan pandangan dunia baru yang di dalamnya konsepsi lama dan pelembagaannya bisa kehilangan dasar adanya. Meskipun ajaran pokok suatu agama bisa bersifat universal, namun mula-mula ditujukan kepada sekelompok orang yang sedikit banyak homogen. Agama menjadi dasar solidaritas kelompok baru yang tertentu.

Keberadaan agama tetap harus dilihat peranan positifnya dalam membangun masyarakat, sebab agama dihadirkan kepada umat manusia untuk petunjuk, dan kalau konflik itu ada, jadikanlah rahmat bagi penganutnya.

Ciri dengan Sistem Masyarakat Islam

Ada beberapa ciri atau sendi pokok masyarakat Islam yang yang disebut dalam AI-Qur’an.

1. Ciri pokok pertama adalah persaudaraan
2. Ciri pokok Kedua dalam masyarakat Islam adalah persamaan (musawah).
3. Ciri pokok yang ketiga adalah toleransi atau tasamuh.
4. Ciri pokok keempat adalah amur ma’nifnahi munkar

Ciri pokok kelima adalah musyawarah.
Ciri ini terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain dalam surat 42 bagian ayat 38 berupa perintah untuk menyelesaikan segala urusan dengan cara musyawarah. Perintah semacam itu disebutkan juga dalam Q.S. 3:159 dengan kata-kata terjemahannya)…”dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…”‘ Perkataan itu dalam bagian ayat ini menunjuk pada soal kemasyarakatan, soal kehidupan sosial. Bagaimana caranya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, terserah kepada (anggota) masyarakat bersangkutan menentukannya sendiri.

13. Jelaskan perbedaan mendasar aliran Ahlussunnnah wal Jamaah dengan aliran Salafiyah!
Jawab:
Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat (NTB) di Sumbawa Barat dan Praya, Lombok Tengah sekitar bulan Maret 2012, terjadi perdebatan alot. Debat ini dipicu sebuah pertanyaan apakah Salafi-Wahabi termasuk Ahlus Sunnah Wal-Jama`ah atau tidak? Seperti diketahui bahwa dari 73 golongan yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, hanya satu sebagai golongan yang selamat, dengan status Al-Firqah An-Najiyah.
Hasil dari diskusi menyimpulkan, perbedaan Ahlus Sunnah Wal Jama`ah dengan aliran Salafi-Wahabi ternyata sangat kontras. Seperti warna hitam dan putih, perbedaan antara keduanya teramat menyolok. Bukan hanya pada tataran furu`iyyah bahkan sudah mencapai tataran prinsipil. Seperti jamak diketahui, kelompk Salafi-Wahabi (disingkat SAWAH) aktif mempropagandakan sebagai kelompok yang tidak menyimpang dari Sunnah Nabi SAW dan kaum muslimin. Mereka justru mengklaim sebagai kelompok yang paling selaras dengan Al-Qur`an, sejalan dengan sunnah, dan senada dengan generasi salaf. Akibat klaim sepihak ini, antara Ahlus Sunnah dan Sawah terjadi adu lomba mengajak masyarakat kepada ajaran Islam dengan caranya masing-masing.
Ahlus Sunnah berdakwah dengan kelembutan dan etika, seperti warisan yang diturunkan oleh Wali Songo. Sebaliknya, dakwah Sawah malah berbuntut panjang. Dalam mendakwahkan ajaran mereka tidak pelit mengobral kata-kata kafir, bid`ah, sesat, ahli neraka, dan kata-kata pedas lainnya. Salah satu bukti pengafiran umat Islam secara keseluruhan tertera dalam kitab Al-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, karya Syaikh Ahmad Alu-Buthami dari Qatar yang diberi kata pengantar oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Pada halaman 62 dikatakan, “Macam ketiga (di antara orang-orang kafir) adalah orang yang mengetahui tauhid dan mengikutinya, mengetahui syirik dan meninggalkannya, akan tetapi membenci orang yang menganut tauhid (kaum Wahabi) dan mencintai orang yang bertahan dalam kesyirikan, yaitu mereka yang membolehkan tawassul dan istighatsah dengan orang saleh dan para nabi, maka orang tersebut juga kafir.” (hal. 175)
Melihat pertarungan pemikiran bahkan di beberapa tempat berakhir dengan adu fisik ini, umat jadi miris dan bingung. Mana yang benar dari kedua aliran di atas yang sama-sama mengaku sebagai Ahlus Sunnah itu. Umat mulai apatis dan memandang betapa Islam itu rumit dan sukar, padahal tidak demikian.
Akan tetapi, anggapan masyarakat seperti itu tidak bisa disalahkan begitu saja. Dakwah kaum Sawah telah banyak menorah luka perih di hati umat. Mereka tidak segan menjatuhkan vonis kepada siapa saja yang mereka anggap berseberangan dengan kelompoknya seperti dalam buku di atas.
Tidak hanya keras kepada kelompk yang bersebarangn, di internal mereka sendiri, terjadi saling tuduh dan menyudutkan. Sementara perbedaan di kalangan Ahlus Sunnah sejati tidak sampai melahirkan permusuhan, perpecahan, apalagi sampai saling mengafirkan. Realita permusuhan di internal Sawah sangat kentara seperti matahari di siang bolong. Dalam buku setebal 216 ini, Idrus Ramli memaparkan banyak bukti fakta-faktanya.
Salah satunya di halaman 128, “Abdul Muhsin Al-`Abbad, tokoh Salafi-Wahabi dari Madinah menganggap Al-Albani berfaham Murji`ah. Hamud At-Tuwaijiri, tokoh Salafi-Wahabi dari Riyadh menilai Albani sebagai mulhid (tersesat). Al-Albani juga memvonis tokoh Salafi-Wahabi di Saudi Arabia yang mengkritiknya, sebagai musuh tauhid dan sunnah. Komisi fatwa Saudi Arabia yang beranggotakan Al-Fauzan dan Al-Ghudyan, serta ketuanya Abdul Aziz Alus-Syaikh (yakni keluarga Tuan Guru, gelar kehormatan bagi keturunan Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri Salafi-Wahabi) memvonis Ali Hasan Al-Halabi, murid Al-Albani dan ulama Salafi-Wahabi yang tinggal di Yordania, berfaham murji`ah dan Khawarij…”
Gesekan di dalam kelompok Sawah ini sejujurnya berlawanan dengan pandangan tokoh panutan mereka sendiri, Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Ibnu Utsaimin, yang menyatakan ciri Ahlus Sunnah adalah tidak berpecah belah, bersatu dalam kebenaran, yang tidak sampai menyesatkan satu sama lain. Kontradiksi ini menjadi bukti bahwa klaim Sawah sebagai bagian Ahlus Sunnah, menjadi terpatahkan.
Buku ini juga memaparkan banyak argumentasi ilmiah yang bersumber dari Al-Qur`an dan Hadits, juga dari fakta-fakta historis. Landasan argumentasi yang dipijak oleh penulis mengerucut pada kesimpulan bahwa madzhab Al-Asy`ari dan Al-Maturudi lebih berhak menyandang nama Ahlus Sunnah wal Jama`ah, daripada Sawah.
Buku ini dilengkapi dengan scan kitab-kitab Sawah yang menegaskan bahwa mereka bukan Ahlus Sunnah Wal-Jama`ah. Buku ini pas menjadi materi pemantapan ajaran Ahlus Sunnah Wal-Jama`ah.

14. Jelaskan perbedaan Rakyu dengan Ijtihad! (Sebagai sumber ajaran Islam ketiga)
Jawab:
Definisi Ijtihad.

Ijtihad adalah terminologi yang sangat akrab di telinga kaum Muslimin. Kata ini sudah menjadi istilah yang baku dalam kajian yurisprudensi Islam atau hukum fiqih Islam. Meskipun kata ini kadang-kadang dipakai dalam disiplin ilmu Islam dan ilmu sosial yang lain. Misalnya, ijtihad politik, ijtihad filsafat dan lainnya.
Dalam terminologi fiqih Islam, kata ijtihad mempunyai pengertian yang khas dan unik. Al Ghazali menjelaskan Ijtihad sebagai, " mencurahkan segenap kemampuan dalam melakukan sebuah perbuatan...". Kemudian dia melanjutkan, " tetapi kata ini dalam 'uruf para ulama digunakan secara spesifik untuk  seorang mujtahid yang mencurahkan segenap kemampuannya dalam mencari ilmu tentang hukum-hukum syariat".
Lebih jelas dari penjelasan al Ghazali,  al Dahlawi berkata, " Haqiqat ijtihad adalah mencurahkan kemampuan untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci, yang secara global kembali ke empat macam dalil ; Kitab, sunnah, ijma' dan qiyas" .
Al Qodhi Abdurahman bin Ahmad al Syafi'i al 'Adhudi  berkata, "Ijtihad adalah mencurahkan segenap usaha dan kemampuan dalam rangka mendapatkan hukum syariat yang dzanni".
Dalam catatan kaki kitab al Rasail, Imam Khomeini  mengatakan : Ijtihad adalah keahlian         ( malakah) atau kemampuan  yang dengannya dia dapat menarik kesimpulan hukum dari dalil-dalil " .
Banyak lagi keterangan para ulama  seputar makna ijtihad, yang semuanya bersepakat bahwa untuk mendapatkan hukum syariat dari sumber-sumbernya membutuhkan kesungguhan. Yang perlu digaris bawahi dari keterangan mereka adalah bahwa ijtihad bukan perbuatan yang dilakukan sekedar membuka-buka kitab tafsir atau hadis lalu dengan mudah ditarik sebuah kesimpulan hukum. Namun dalam ijtihad  dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan dengan mencurahkan segenap kemampuan dan usaha untuk mendapatkan hukum syariat. Hal itu mengindikasikan bahwa ijitihad bukan perkara yang mudah, tetapi pada saat yang sama, ijtihad juga harus diupayakan pada setiap generasi agar ajaran Islam tetap dinamis, tidak stagnan dan siap memberikan solusi atas segala problema kontemporer.

Ijtihad Bukan Ra'yu.

Ijtihad dan ra'yu dua kata yang mempunyai makna yang berbeda. Seringkali ra'yu dianggap sebagai ijtihad, sehingga seseorang merasa sah menjalankan agamanya dengan dasar ra'yunya .Padahal terdapat perbedaan yang jauh antara keduanya. Ra'yu, menurut Ibnu Qoyyim al Jauzi dalam kitab 'A'lamu al Mawqi'ain, adalah  sesuatu yang dianggap oleh hati setelah berpikir, merenung dan mencari demi mengetahui arah yang benar.
Dari definisi Ibnu Qoyyim jelas bahwa ra'yu hanyalah hasil perenungan seseorang untuk mencari kebenaran menurut orang yang melakukannya. Oleh karena itu ra'yu sangat subyektif dan tidak bisa digeneralisasi, karena hasil perenungan dan pikiran manusia bisa berbeda-beda. Selan itu,  penetapan hukum syariat  didasari ra'yu mengandung resiko yang sangat tinggi, karena hal itu sama saja dengan menetapkan hukum syariat menurut hasil pikiran manusia.  Penetapan hukum berdasarkan ra'yu banyak macamnya, antara lain ;
1. Usaha seseorang untuk mendapatkan hukum untuk sebuah kasus, lalu ia mencari  keterangan dari ayat atau hadis, setelah ia mendapatkan satu ayat atau satu hadis tentang kasus itu, lalu ia segera menyimpulkan bahwa kasus ini hukumnya begini dengan dasar ayat atau hadis yang ia dapatkan. Dia tidak berusaha mencari tahu apakah ayat atau hadis itu umum atau khusus, nasikh atau mansukh, mutlaq atau muqayyad dan lain sebagianya yang harus diteliti oleh seorang yang akan masuk ke samudera ayat dan hadis yang luas.
2. Mengikuti suara hati. Boleh jadi dasar ra'yu ini adalah hadis yang populer " Tanyalah hatimu " ( Istafti qolbaka ). Hadis ini, jika shahih, menganjurkan seorang yang bimbang untuk mengerjakan suatu perbuatan  yang hukumnya mubah agar bertanya kepada hatinya. Bukan untuk mencari hukum dengan bertanya kepada hati. Karena jika demikian, maka setiap orang mempunyai hukum sendiri yang akan berbeda dengan orang lain, dan namanya bukan hukum syar'i tetapi hukum qalbi.
3. Membaca sebuah ayat atau hadis tentang hukum lalu ia menarik sebuah hukum.
4. Memilih satu hukum dari dua hukum untuk satu kasus berdasarkan maslahat ( istihsan ).
Empat contoh ini jelas bukan ijtihad dan tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum syariat.

15. Jelaskan pengertian hadis dan fungsinya sebagai sumber kedua agama dan ajaran Islam!
Jawab:
Sebagaimana kita ketahui sumber ajaran agama yang pertama adalah Al-quran, kemudian hadits, ijma dan qiyas. Al-quran merupakan sumber ajaran yang pertama dan utama. Kemudian sumber yang kedua adalah hadits. Ijma dan qiyas merupakan sumber yang berasal dari ijtihad para ulama mengenai hal yang belum jelas dalam al-quran dan hadits. Namun disini penulis hanya akan menjelaskan sumber ajaran agama yang kedua yaitu Hadits.
Hadits adalah bentuk jamaknya hidats, hudatsa. Hadits menurut bahasa mempunyai beberapa arti yaitu :
1)  Baru atau muda (jadid), lawan dari terdahulu (qadim)
2)  Dekat(qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh(ba’id)
3)  Warta (khabar), berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Hadits yang bermakna khabar ini dihubungkan dengan kata hadits yang berarti riwayat, ikhbar (menggambarkan).[1]Hadits dan pengertian khabar dapat dilihat dalam surat ath-Thuur ayat 34:
 فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِ
”maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-quran itu jika  mereka orang-orang yang benar”
Surat Al-Kahfi ayat 6:
 فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَى ءَاثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا

”Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini(al-quran)”.

Related Post



Posting Komentar